JEMARI lemah gemulai itu berjingkat dari satu tuts ke tuts
yang lain, alunan musik syahdu terdengar menggema dalam tempat ibadah itu.
“Lucu sekali dia, sosoknya mengingatkanku pada lakiA-laki hebat belahan jiwa
ibundaku tersayang. Dia, mirip sekali dengan ayahku ketika sedang menekan tuts
untuk memilih resonator sehingga menghasilkan tinggi rendah nada.. Nada
harmonis sekaligus sebagai pengiring yang baik dalam paduan suara non-musisi..
Dia laki-laki pertama yang bisa membuatku ‘menoleh dua kali’. Argh, ingin
sekali aku berkenalan dengannya. Seperti aku melihat bayangan ayahku dibalik
dirinya”, ungkap Venny dalam hati kecilnya saat itu.
Hari itu Venny menjalani aktivitas tugas koor untuk
perayaan ekaristi harian senja dengan hati berbunga-bunga. Bagaimana tidak,
semenjak terjaga dari tidur karena ayam berkokok dini hari, dia sudah
menantikan kapan senja hati tiba. Dia ingin sekali mengenal siapa sosok
misterius dimatanya itu. Pucuk dicinta ulam pun tiba, setelah ekaristi selesai
si sosok misterius itu mengajaknya berkenalan dan mengajak bertukaran nomor
ponsel. Selesai berdoa, Venny meninggalkan gereja dan duduk termangu di balkon
gereja. Menanti hadirnya hasrat yang membawanya kembali ke peraduan, Venny
memutuskan bahwa dirinya akan menjadi pendamping sementara bagi kehadiran sang
rembulan malam itu. Dalam hamparan pikiran tak beritme, sang sosok misterius
yang ternyata bernama Rendra menghampirinya. Malam itu rangkaian kata yang
saling terucap dan dinginnya udara malam itu mencoba menyatukan dua jiwa dalam
kebekuan. “Terlalu berlebihankah atau terlalu cepatkah jika aku berpikir bahwa
Rendra tertarik padaku?”, ungkap kesanggupan daya cipta Venny mencoba menebak
apa yang sedang terjadi diantara mereka berdua.
Rangkaian kisah yang terjalin diawal masa perkenalan
bergojak, Venny sempat kecewa dengan sikap Rendra meski pada akhirnya sebaris
pesan singkat yang pernah dibacanya menyadarkannya bahwa dengan memberi
kesempatan untuk mengenal seseorang, maka dirinya akan belajar untuk mengasihi.
Sekian lama kebersamaan terjalin dengan rajutan warna-warni alur asmara. Semua begitu indah, Venny merasa bahwa dirinya berada bersama seseorang yang sangat tepat, membuatnya nyaman bak anak kangguru yang berada dalam kantong yang hangat. Memiliki seseorang yang dapat dijadikan sahabat untuk berbagi keluh kesah dan memberikan solusi setiap ada masalah adalah nutrisi bagi hatinya yang labil. Disaat dirinya sedang berkubang dalam kerapuhan hidup dan peliknya masalah yang menjerat masa transisinya menjadi sosok dewasa, Rendralah yang mendampinginya. Bahkan saat raga sedang tidak bersahabat dan hanya membuatnya terbaring di tempat tidur, Rendra selalu hadir menemaninya, menggantikan kerja tangannya ketika mulut hanya mampu terbuka, memberikan obat, menyediakan semua keperluannya, dan selalu mengkhawatirkannya. Bahkan pada akhirnya, dengan berat hati dan disertai keyakinan dia merelakan jarak memisahkan mereka. Sesekali mereka memberikan obat mujarab bagi hubungan yang mulai menjenuhkan dan kembali menyegarkan pikiran dengan berlibur.
Sekian lama kebersamaan terjalin dengan rajutan warna-warni alur asmara. Semua begitu indah, Venny merasa bahwa dirinya berada bersama seseorang yang sangat tepat, membuatnya nyaman bak anak kangguru yang berada dalam kantong yang hangat. Memiliki seseorang yang dapat dijadikan sahabat untuk berbagi keluh kesah dan memberikan solusi setiap ada masalah adalah nutrisi bagi hatinya yang labil. Disaat dirinya sedang berkubang dalam kerapuhan hidup dan peliknya masalah yang menjerat masa transisinya menjadi sosok dewasa, Rendralah yang mendampinginya. Bahkan saat raga sedang tidak bersahabat dan hanya membuatnya terbaring di tempat tidur, Rendra selalu hadir menemaninya, menggantikan kerja tangannya ketika mulut hanya mampu terbuka, memberikan obat, menyediakan semua keperluannya, dan selalu mengkhawatirkannya. Bahkan pada akhirnya, dengan berat hati dan disertai keyakinan dia merelakan jarak memisahkan mereka. Sesekali mereka memberikan obat mujarab bagi hubungan yang mulai menjenuhkan dan kembali menyegarkan pikiran dengan berlibur.
MEMORI kebersamaan mereka, semuanya masih tersimpan dengan
rapi dalam semua media penyimpan data yang dimiliki Venny. Venny tersenyum
melihat salah satu foto kebersamaan mereka ketika sedang memilih-milih buku di
kota kembang, dan tak sadar dirinya terhenti lama ketika memandang foto Rendra
yang sedang tersenyum. Foto yang telah diambilnya ketika mereka berdua sedang
makan sate di salah satu penjaja terkenal di kota itu. “Mas, aku menginginkan
fotomu yang sedang tersenyum.. jangan bermuka serius ya..”, Venny mengingat
ucapan manjanya kala itu.
“Ven, ini bak suasana di kota pelajar ya, nongkrong
sembari mendengarkan wayangan seperti ini?”, suara yang tidak asing
ditelinganya itu menyentak lamunan panjangnya. “Astaga, setelah sekian lama
ternyata aku masih mengingat dan merindukannya. Rasa yang indah justru tersemat
ketika aku sudah tidak bersamanya. Aku sangat merindukan kehadirannya.. Ragaku
duduk manis disini tapi jiwaku sedang bermain-main di dimensi lain..”, ungkap
Venny dalam hati. Tapi dia sadar, bahwa hidup selalu dihadapkan pada pilihan..
Venny pun mengingat sebuah ucapan yang ditempel pada separator ruangannya,
ucapan yang dikirimkan oleh seorang sahabat yang belum dikenalnya in her
graduation day. “Your purpose is started
from your decision.. “
Meski dengan mata berkaca-kaca, Venny tersenyum,
menoleh dan berkata dengan kejujuran hatinya: “Aku sedang mengingat dan
merindukannya..”. Suara itu pun menimpali: “Aku paham perasaanmu, entah mengapa
aku tidak bisa marah pada dirimu.. Aku senang karena kamu mengutarakan apa yang
kamu rasakan..”. Mereka pun mencoba tersenyum dan kembali menikmati
suasana malam itu dengan basa basi berkomentar tak berarti akan pertunjukkan
seni yang berlangsung. Semburat ide berpacu dalam benak dua insan tersebut,
tatkala hati sadar cangkang yang menaungi mereka bukanlah yang tepat. Hanya
kebisuan lah yang menjadi jawaban kala itu.
“Life is short. There is no time to leave important words unsaid..” ~Paulo Coelho

No comments:
Post a Comment